TfClBUdoGUM6BSO0TfYlGUziBY==

Pengurus Ormas HPPI Resmi Dilantik, Akademisi Pertanyakan Legitimasi dan Kepatuhan Hukum

BERITAINHIL.com - Tembilahan ; Kepengurusan Himpunan Pedagang Pasar Indragiri Hilir (HPPI) resmi dilantik pada Jumat malam, 29 Agustus 2025, dalam sebuah acara yang digelar di Gedung Engku Kelana, Tembilahan. Pelantikan ini menjadi sorotan publik setelah diketahui bahwa prosesi pengukuhan dilakukan langsung oleh Bupati Indragiri Hilir.

Meskipun berlangsung meriah dan dihadiri sejumlah pejabat daerah, tokoh masyarakat, serta perwakilan pedagang pasar, namun kehadiran Bupati sebagai pihak yang melantik menuai kritik dan dipertanyakan legalitasnya.

Pelantikan oleh kepala daerah dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 dan disahkan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, dijelaskan bahwa kepala daerah hanya memiliki peran dalam membina dan mengawasi ormas, bukan sebagai pihak yang memiliki kewenangan hukum untuk melantik atau mengukuhkan pengurus organisasi masyarakat.

Pasal 40 dan 41 UU Ormas menegaskan bahwa segala bentuk aktivitas organisasi, termasuk pengangkatan pengurus, merupakan urusan internal yang sepenuhnya menjadi kewenangan struktur ormas itu sendiri.

Menanggapi polemik ini, akademisi sekaligus pakar hukum dari Indragiri Hilir, Ustaz Dr. H. Ali Azhar, S.Sos., M.H., angkat bicara. Menurutnya, tindakan Bupati melampaui batasan peran yang telah diatur dalam hukum, dan berpotensi membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang.

“Apa legitimasi dan motivasinya? Ini mencederai peran dan fungsi kepala daerah. Dalam UU Ormas sudah jelas, kepala daerah tidak punya kewenangan hukum untuk melantik ormas. Yang berhak melantik hanyalah struktur internal ormas,” ungkapnya saat diwawancarai usai acara.

Ia juga mengingatkan bahwa tindakan seperti ini dapat menimbulkan konflik kepentingan serta mengundang persepsi publik terhadap adanya pemberian legitimasi politik kepada kelompok tertentu.

“Kalau ini dibiarkan, bisa jadi preseden buruk. Kehadiran kepala daerah dalam kegiatan ormas seharusnya hanya bersifat seremonial atau memberikan dukungan moral. Tapi ketika sampai pada pelantikan, itu sudah masuk ke ranah internal organisasi, dan kepala daerah tidak boleh mencampuri,” jelasnya.

“Jika ormas tersebut memiliki afiliasi politik tertentu, tindakan ini bisa dianggap sebagai keberpihakan, bahkan pelanggaran terhadap prinsip netralitas pejabat publik,” tambahnya.

Dr. Ali Azhar menyarankan agar kejadian ini menjadi bahan evaluasi, baik bagi pemerintah daerah maupun organisasi kemasyarakatan di Inhil. Ia juga mendorong agar seluruh pihak, termasuk Bupati dan pengurus ormas, lebih memahami dan menaati aturan hukum yang berlaku.

“Saya khawatir ada kekeliruan pemahaman atau justru ada kesengajaan yang dibungkus dengan seremoni. Padahal jelas bahwa kepala daerah bukan bagian dari struktur organisasi masyarakat. Jika pelanggaran ini terus berulang, bukan tidak mungkin bisa dilaporkan ke lembaga pengawas atau bahkan aparat penegak hukum,” tegasnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir mengenai dasar pelantikan yang dilakukan oleh Bupati. Upaya konfirmasi kepada pihak Humas Pemkab juga belum membuahkan jawaban.

Sementara itu, kalangan masyarakat sipil dan pengamat politik lokal mulai ramai memperbincangkan isu ini di media sosial dan forum publik. Beberapa di antaranya menilai bahwa kejadian ini menjadi peringatan penting tentang pentingnya pemahaman hukum dan batasan peran pejabat publik dalam kehidupan berorganisasi di tingkat daerah.

Comments0

Type above and press Enter to search.