-->
  • Jelajahi

    Copyright © BERITAINHIL.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Video

    Ngeyel pada Perintah Petugas Penanggulangan Wabah Menular, Bisa Diancam Pidana

    Mar 28, 2020, March 28, 2020 WIB Last Updated 2020-03-28T05:21:40Z

    Beritainhil.com, INDRAGIRI HILIR -  Hati-hati bagi anda yang masih 'Ngeyel' dengan perintah petugas dalam penanggulangan Wabah penyakit menular, bisa dikenakan ancaman pidana UU nomor 14 tahun 1984.

    Hal itu disampaikan Lawyer Muda, Yudhia Perdana Sikumbang, S.H., CPL kepada media, Sabtu (28/3/2020).
    Dalam hal ini, Y.P Sikumbang meminta kepada masyarakat agar menghargai petugas yang sedang melaksanakan tugas dalam upaya pencegahan penularan penyakit menular, salah satunya virus corona.

    Lanjutnya, dalam Pasal 14 ayat 1 dan 2 yang berbunyi
    (1) Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

    (2) Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

    (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran.

    "Saya menghimbau kepada masyarakat untuk tetap menghormati apapun keputusan pemerintah daerah dan jajarannya untuk menanggulangi wabah penyakit menular ini, seperti yg terjadi saat ini wabah Covid-19. Petugas punya cara tersendiri jadi kepada masyarakat agar mematuhi apapun perintah dr petugas," terang Y. P Sikumbang.

    Selain itu, menurut Praktisi Hukum Y. P Sikumbang, penggunaan Pasal 212 KUHP kurang tepat digunakan untuk menjerat seseorang yang dengan sengaja menghalangi petugas dalam penanggulangan Wabah penyakit menular.

    Sebab, dari pasal yang berbunyi, 'Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang-undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500,' ( Pasal 212 KUHP).
    Dalam sebuah buku Hukum Pidana, R.Soesilo (hal. 168) menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka orang itu harus:

    a.    Melakukan perlawanan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. Tentang “kekerasan” R. Soesilo merujuk pada penjelasannya terkait Pasal 89 KUHP yaitu “mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah” misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Yang disamakan dengan “melakukan kekerasan” ialah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya.

    Merebut dan melepaskan orang yang ditangkap oleh polisi dari tangan polisi adalah perbuatan kekerasan. Waktu ditangkap oleh polisi atau diperintahkan oleh polisi menurut undang-undang, orang memukul atau menendang polisi adalah perbuatan kekerasan juga.

    b.    Perlawanan tersebut dilakukan terhadap pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya yang sah, atau terhadap orang (tidak perlu pegawai negeri) yang membantunya dalam tugas itu. Apabila pegawai negeri tersebut tidak sedang menjalankan tugas yang sah, maka orang tidak dapat dihukum.

    c.    Orang yang melawan harus mengetahui, bahwa ia melawan kepada pegawai negeri (biasanya bisa dilihat dari pakaian seragam atau tanda-tanda atau surat legitimasi), tetapi tidak perlu bahwa orang itu harus mengetahui pegawai negeri itu sedang bekerja dalam melakukan pekerjaan jabatannya yang sah. Tentang sah atau tidaknya itu dia tidak boleh menimbang. 

    Bahwa pegawai negeri itu sedang melakukan pekerjaannya dalam jabatannya yang sah itu dalam ketentuan ini adalah suatu keadaan yang menentukan sifat dapat dihukum.

    Dalam buku yang di tulis R. Soesilo, juga menjelaskan seseorang agen polisi yang mendapat perintah dari Hulpmagistraat (pembantu jaksa) untuk menangkap dan membawa ke kantor polisi orang yang disangka melakukan peristiwa pidana, pada waktu melakukan penangkapan tersebut boleh dikatakan dalam melakukan tugas yang sah.

    Contoh lain, seseorang yang tidak memakai karcis pada saat naik kereta api, lalu diperintahkan turun oleh kondektur sebagaimana yang telah disumpah, kemudian tidak mau turun dan melawan dengan kekerasan dapat dikenakan pasal ini.

    Ancaman hukuman dapat ditambah, jika perlawanan itu menimbulkan akibat-akibat seperti yang diatur dalam Pasal 213 KUHP:

    Paksaan dan perlawanan yang diterangkan dalam pasal 211 dan 212 dihukum:

    1.    Penjara selama-lamanya lima tahun, kalau kejahatan itu atau perbuatan yang menyertai kejahatan itu menyebabkan sesuatu luka;
    2.    Penjara selama-lamanya delapan tahun enam bulan, kalau menyebabkan luka berat.
    3.    Penjara selama-lamanya 12 tahun, kalau menyebabkan mati orang tersebut.

    "Jadi lebih tepat menggunakan UU nomor 14 tahun 1984 tentang Wabah penyakit menular dalam pasal 14 ayat 1 dan 2, dari pada menggunakan Pasal 212 KUHP," terang Yudhia.

    "Namun yg menjadi catatan, ancaman pidana ini adalah upaya terakhir untuk masyarakat yang tidak patuh dengan upaya pemerintah dalam penanganan, pencegahan penyebaran penyakit menukar," terang Yudhia.

    Lebih lanjut,  Yudhia menyapaikan ada beberapa regulasi yang relevan, jangan asal comot regulasi harus kita pahami betul soal

    - UU nomor 14 tahun 1984 tentang penanggulangan penyakit menular pasal 14 ayat 1 dan 2 itu ketentuan pidananya diatur disana lalu turunannya
    - PP No. 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
    - UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
    - Permenkes No. 82 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Penyakit Menular.

    Hal itu berlaku pada 13 Oktober 2009, UU No. 36 Tahun 2009 mengatur secara khusus penyakit menular dalam satu bab (Bab X). Kegiatan yang dapat dilakukan adalah promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative bagi individu atau masyarakat yang terjangkit.

    "Ini adalah salah satu peraturan pelaksanaan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Penyakit menular ke manusia berdasarkan Permenkes ini dapat disebabkan agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit," jabarnya. 

    "Ini adalah beberapa regulasi yg tepat untuk keadaan saat ini," tutur Y. P Sikumbang.

    Penulis Yudhia Perdana Sikumbang 
    Editor Db

    Komentar

    Tampilkan

    No comments:

    Post a Comment

    Terkini